Artikel dalam blog ini adalah karya asli penulis. Beberapa artikel pernah penulis unggah diblog yang lain sebelumnya, yang pada saat ini blog tersebut telah penulis hapus. Disamping itu, sebagian juga merupakan pindahan tulisan dari web geo.fis.unesa.ac.id mengingat keterbatasan space pada web tersebut. Pembaca diijinkan untuk menyitir artikel dalam blog ini, tetapi wajib mencantumkan nama blog ini sebagai sumber referensi untuk menghindari tindakan plagiasi. Terimakasih

Sunday, November 9, 2014

Gangguan atmosferik yang berpengaruh terhadap kualitas citra satelit



Citra satelit pada dasarnya adalah rekaman energi gelombang elektromagnetik yang berasal dari muka bumi. Namun demikian, nilai energi yang terrekam oleh sensor bukan semata-mata energi yang mencirikan suatu obyek secara langsung. Nilai energi yang terrekam tersebut adalah nilai energi di atas atmosfer (top of atmosphere / TOA). Nilai energi yang diwujudkan menjadi nilai spektral pada sebuah piksel adalah kombinasi dari energi yang berasal dari berbagai obyek pemantul atau pemancar di bawah sensor. Kombinasi energi tersebut dapat berupa kombinasi energi yang berasal dari tempat atau obyek lain (seperti benda disekitarnya) atau pantulan dan pancaran dari partikel atmosfer itu sendiri.
Selama dalam perjalanannya menuju permukaan bumi dan saat terpantul menuju sensor, energi elektromagnetik mendapatkan gangguan di atmosfer. Gangguan tersebut secara garis besar berupa serapan dan hamburan oleh partikel atmosfer yang berupa serapan benda gas, molekul-molekul, dan hamburan aerosol (Vermote dan Vermeulen, 1999). Liang (2002) menjelaskan bahwa benda-benda gas yang dimaksud tersebut adalah uap air, ozone (O3), karbon dioksida (CO2) serta gas-gas lainnya (baca: Partikel atmosfer yang dapat berpengaruh terhadap kualitas data citra satelit). Hamburan molekular sering disebut dengan hamburan Rayleigh. Sedangkan hamburan aerosol berasal dari partikel-partikel atmosfer seperti debu yang memiliki ukuran lebih besar dari panjang gelombang. 
Sumber gambar : Vermote dan Vermeulen, 1999
Serapan gas dan hamburan molekul relatif stabil dan tidak bervariasi secara temporal, sedangkan hamburan aerosol cenderung bervariasi secara temporal (Dash dkk, 2006). Oleh karena itu koreksi terhadap faktor hamburan aerosol sering menjadi lebih sulit dibandingkan dengan faktor molekul.
Gangguan atmosferik ini tidak hanya terjadi pada rentang panjang gelombang tampak (visible) tetapi juga terjadi pada julat infra merah termal (TIR). Gangguan pada julat TIR banyak disebabkan oleh terutama oleh serapan dan pancaran dari karbon dioksida (CO2), Ozone (O3), dan uap air (Meier dkk, 2011). Gangguan atmosferik pada julat ini dapat mengakibatkan bias data hingga mencapai seribu satuan termal.

Sumber :
Dash, S. K., Tanaka, T., Tateishi, R., 2006. Two viewing theory on atmosphere correction in ocean color algorithm. Remote sensing and earth sciences. Vol. 3
Liang, S., 2002. Atmospheric correction of optical remote sensed imagery. Bhan presentasi pada APEIS Capacity Building Workshop on Integrated Environmental Monitoring of Asia-Pacific Region. Beijing. China.
Meier, F., Scherer,D., Richters, J., and Christen, A., 2011. Atmospheric correction of thermal-infrared imagery of the 3-D urban environment acquired in oblique viewing geometry, Atmos. Meas. Tech., 4, 909–922. doi:10.5194/amt-4-909-2011.
Vermote, E., F.,  dan Vermeulen, A., 1999. Atmospheric correction algorithm: spectral reflectances (MOD09) Version 4.0., NASA contract NAS5-96062