Kalau kita
melihat ke angkasa, nampak beberapa bagian jernih kebiruan sementara sebagian
lainnya mungkin tertutup awan. Keadaan seperti itu adalah satu contoh bahwa
atmosfer bumi tidak selalu dalam keadaan transparan. Apa yang kita lihat diangkasa
tersebut adalah satu bagian dari efek ruang panjang gelombang yang terganggu
oleh berbagai gangguan atmosferik seperti awan tadi.
Transparansi
atmosfer sangat penting dipahami dalam penginderaan jauh. Transparansi atmosfer
ini dalam penginderaan jauh dipahami sebagai jendela atmosfer (dalam tulisan
ini selanjutnya saya akan menggunakan istilah jendela atmosfer). Jika di
angkasa kita lihat ada awan, itu artinya bahwa perjalanan cahaya (lebih
tepatnya adalah gelombang elektromagnetik) sebagian “terhalang” oleh awan itu. Terhalang
di sini dalam konsep penginderaan jauh dipahami dengan peristiwa penyerapan
atau hamburan dari gelombang elektromagnetik tersebut . Gelombang
elektromagnetik sebagian diserap oleh partikel air, uap air atau kristal es dan
lain-lainnya (silakan baca : Partikel atmosferik yang dapat berpengaruh terhadap kualitas citra satelit) untuk
penguapan. Sebagian lagi dihamburkan karena secara alamiah gelombang elektromagnetik dapat terpantul secara acak oleh partikel-partikel atmosferik
tersebut. Oleh karena itu gelombang elektromagnetik yang datang dari sumbernya
(matahari) ataupun yang kembali menuju sensor tidak seluruhnya dapat mencapai
tujuan.
Peristiwa
langit yang berwarna biru itu adalah bukti bahwa telah terjadi penghamburan
panjang gelombang biru oleh molekul-molekul rayleigh. Hamburan ini terjadi pada
lapisan awan tinggi karena keberadaan molekul rayleigh tersebut berada pada
lapisan awan yang tinggi (silakan baca : Gangguan atmosferik yang dapat berpengaruh terhadap kualitas citra satelit).
Sementara itu, jika terdapat awan, maka awan terlihat putih. Hal ini
dikarenakan oleh hamburan oleh partikel awan secara acak terhadap seluruh
panjang gelombang tampak (biru hingga merah). Hamburan ini dikenal dengan istilah hamburan non selektif (non selective scattering), dimana seluruh panjang gelombang dengan "tidak pandang bulu" akan dihamburkan oleh partikel awan tersebut. Akibatnya seluruh panjang
gelombang itu membaur dan memberikan efek warna putih di mata kita. Sebaliknya, jika partikel awan terdiri dari uap air yang memiliki ukuran butir lebih besar jadi panjangnya sebuah gelombang elektromagnetik seperti embun atau kristal es, maka yang terjadi adalah proses penyerapan. Sebagian besar gelombang elektromagnetik tersebut akan diserap sehingga tidak ada yang berhasil menembus awan tersebut. Efek yang terlihat oleh mata kita adalah gumpalan warna hitam seperti mendung di angkasa yang sering kita lihat itu.
Sumber gambar : Liang, 2002 |
Jendela
atmosfer dalam konsep penginderaan jauh tidak terbatas pada rentang panjang
gelombang tampak seperti uraian di atas, namun diperluas hingga mencapai
rentang gelombang infra merah jauh dan radar. Dalam rentang yang panjang
tersebut, uap air, karbon dioksida dan oksigen merupakan agen utama “penghalang”
perjalanan panjang gelombang. Uap air adalah agen penghalang dominan dibanyak
tempat seperti pada kisaran panjang gelombang 1400nm, 1800nm, dan 2500nm. Pada kisaran
tersebut atmosfer tidak dapat tertembus karena panjang gelombang terserap oleh
uap air tersebut. Gas CO2 dominan sebagai penghalang pada kisaran 1,4µm dan 2µm.
Pada kisaran tersebut panjang gelombang mengalami gangguan sehingga tidak dapat
mencapai permukaan bumi secara keseluruhan. Sementara itu, pada gelombang
pendek (Ultra Violet / UV) permukaan bumi dilindungi oleh Ozone (O3) (Subhanallah....., sungguh segala
penciptaan-Mu tidak ada yang sia-sia).
Setiap
satelit selalu memanfaatkan celah atmosfer tersebut untuk perolehan datanya.
Beberapa sensor satelit seperti MODIS bahkan menggunakan rentang-rentang yang
sempit yang dipilih pada celah-celah jendela atmofer tersebut sehingga
diperoleh suatu citra hiperspektral. Sementara itu citra satelit seri Landsat menggunakan
jendela atmosfer pada panjang gelombang tampak hingga sedikit perluasannya hingga
infra merah thermal.
Liang, S.,
2002. Atmospheric correction of optical remote sensed imagery. Bhan presentasi
pada APEIS Capacity Building Workshop on Integrated Environmental Monitoring of
Asia-Pacific Region. Beijing. China.